Sabtu, 15 Juni 2013

Download Aplikasi Renungan Bulan Juni 2013

 

Aplikasi Renungan Bulan Juni 2103 untuk komputer dan laptop ini adalah salah satu aplikasi yang dibuat  untuk membaca renungan elektronik yang bisa dibaca secara offline tanpa harus terhubung ke internet. Ini adalah salah satu terapan dari teknologi 4 ministry yaitu menggunakan teknologi untuk pelayanan.
Download aplikasi ini dengan klik tulisan "Download Devotional App" di bawah nanti akan ke situs jc kok dan silahkan download dari jc-kok


 

DOWNLOAD APLIKASI KIDUNG JEMAAT

Download Aplikasi Kidung Jemaat untuk Laptop dan Komputer . Aplikasi ini di buat dengan interface yang mudah sehingga tidak sulit untuk digunakan bagi orang yang awam dalam penggunaan aplikasi. Aplikasi Kidung Jemaat ini juga adalah salah satu apikasi yang saya buat karena saya merasa prihatin dengan presentasi ibadah yang ada di gereja saya jadi saya membuat aplikasi ini adalah untuk kebutuhan presentasi ibadah dan tidak ada salahnya juga jika hanya ingin menggunakan sendiri.
Untuk mendownload aplikasi ini silahkan klik tulisan "download kidung jemaat" di bawah




Renungan MTPJ GMIM 16-22 Juni 2013

Tema Mingguan: Anak-Anak penentu masa depan

Tema Bulanan: Gereja yang misioner dan transformasi sosial

Bahan Alkitab:

  • Markus 10:13-16
  • 1 Samuel 1:19-28
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Anak adalah pemberian Tuhan, karena itu harus dipelihara dengan penuh kasih sayang, dididik sesuai iman Kristen dan disekolahkan agar memiliki masa depan yang baik. Tema GMIM Minggu ini: "Anak-anak penentu Masa Depan". Melalui tema ini mengingatkan dan mengajak semua komponen anak bangsa terutama warga GMIM untuk lebih serius dan sungguh-sungguh memperhatikan anak-anak. Mengingat ada begitu banyak anak yang diterlantarkan, tidak disekolahkan, trafficking anak dan diekploitasi (dimanfaatkan oleh orang dewasa).

     Sebagai warga Negara dan warga gereja yang baik tentu kita sangat mengharapkan agar Negara kita terus maju dalam semua aspek pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, demikian juga gereja. Gereja harus bertumbuh dan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia yaitu: kasih, keadilan, dan damai sejahtera. Misi ini tidak boleh berhenti di satu generasi tetapi harus terus berkesinambungan sepanjang masa. Agar terus berkesinambungan, maka anak-anak sebagai penentu masa depan harus mendapat perhatian yang baik.
Tema: Anak-anak penentu masa depan yang dibahas dalam sorotan pembacaan Markus 10:13-16 dan 1 Samuel 1:19-28, dapat memberi pemahaman kepada Gereja untuk lebih memperhatikan anak-anak seperti Yesus.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (exegese)
Dalam Markus 10:13-16, Murid-murid Tuhan Yesus sekalipun selalu bersama-sama dengan-Nya tetapi masih banyak hal yang belum mereka ketahui terutama mengenal misi-Nya. Sehingga terkadang mereka keliru mengambil sikap. Karena ada pemahaman waktu itu bahwa anak-anak dan perempuan dipandang sebagai warga kelas dua. Maka rasa hormat dan segan mereka terhadap-Nya membuat mereka begitu selektif menerima orang-orang yang datang kepada-Nya. Anak-anak kecil termasuk orang-orang yang dipandang belum waktunya di bawah kepada Yesus. Itulah sebabnya ketika orang-orang membawa anak kecil kepada-Nya mereka memarahi dan melarangnya (ayat 13).

     Melihat sikap dari murid-murid-Nya, Yesus marah kepada mereka (ayat 14). Kata mereka dalam bahasa asli Alkitab (Yunani: Aganakatein). Kata ini menunjuk bukan hanya marah dalam arti biasa tapi sangat marah. Jadi dalam hal ini Yesus tidak hanya marah tetapi, "sangat marah" karena sikap murid-murid-Nya itu. Reaksi Yesus begitu keras kepada mereka karena apa yang dilakukan mereka bertentangan dengan keinginan-Nya. Yesus menginginkan agar anak-anak sejak kecil sudah dibawah kepada-Nya (ayat 14) sedangkan murid-muridnya menganggap anak-anak kecil belum waktunya dibawa kepada Yesus. Yesus menginginkan demikian karena baginya anak-anak adalah orang-orang yang termasuk pewaris (punya hak) atas kerajaan Allah (ayat 14). Sebagai pewaris Kerajaan Allah, maka sewajarnya jika mereka mengetahui pemilik Kerajaan Allah dan hidup sebagai warga Kerajaan Allah. Di samping itu ada ungkapan dari seorang filsuf/psikolog John Lock mengatakan anak-anak ibarat seperti selembar kertas putih yang terbuka dan siap ditulis apa saja. Jika ditulis hal-hal baik maka hal itulah yang diterima dan tertanam di dalam pikiran mereka demikian sebaliknya. Dalam pemahaman ini kita melihat betapa pentingnya anak-anak diperhatikan seperti yang Yesus inginkan agar anak-anak sejak kecil sudah dibawa kepada-Nya supaya sejak kecil sudah dibawa kepada-Nya supaya sejak kecil mereka sudah mengenal DIA dan hidup dalam DIA sebagai anak-anak yang empunya Kerajaan Allah.
     Dalam 1 Samuel 1:19-28, Elkana dan hana adalah suami istri yang hidup di zaman hakim-hakim. Mereka sudah lama belum dikaruniai anak. Akibatnya Elkana mengambil Penina sebagai isterinya yang ke-2. Hal ini di zaman itu bukan merupakan penyimpangan (band. Kejadian 16:3). Bersama Penina, Elkana memperoleh anak sedangkan Hana belum dikaruniai anak. Karena itu dia putus-putusnya berdoa memohon seorang anak kepada Tuhan. Sekali waktu, ia menghadap Imam Eli di Silo dan berdoa memohon anak kepada Tuhan sambil bernazar "Jika Tuhan memberikan ia seorang anak laki-laki, ia akan menyerahkan anaknya kepada Tuhan seumur hidupnya (1 Samuel 1:11). Doanya dikabulkan oleh Tuhan, ia mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Samuel (ayat 20).
     Sesuai kesepakatan Hana dan Elkana bahwa mereka akan membawa dan menyerahkan anak mereka kepada Tuhan melalui imam Eli di Silo jika anak mereka sudah cerai susu (ayat 22). Di zaman itu biasanya anak cerai susu pada usia 3 tahun. Jadi dapat dikatakan hana dan Elkana membawa dan menyerahkan anak mereka kepada Tuhan di usianya yang ke 3 tahun. Usia 3 tahun bagi seorang anak dapat dikatakan sudah mulai mengerti walaupun baru sedikit-sedikit karena itu sudah dapat diberikan pengajaran-pengajaran sesuai dengan umurnya.
Penyerahan Samuel kepada Tuhan melalui Imam Eli yang ada di Silo pada waktu itu menggambarkan.
  • Lembaga keagamaan dipercaya sebagai perpanjangan tangan Tuhan untuk mentransformasikan nilai-nilai iman kepada umat Tuhan, termasuk anak-anak kecil.
  • Karena itu lembaga keagamaan memiliki tanggung jawab besar dalam pembentukan karakter sebagai umat Tuhan.
Kesadaran dan tanggung jawab lembaga keagamaan pada waktu itu ternyata sangat berpengaruh dan mempengaruhi Samuel dalam pembentukan karakternya sebagai umat Tuhan. hal ini terbukti bahwa Samuel setelah dewasa ia menjadi iman, hakim dan nabi yang begitu terkenal di zamannya.
Makna dan Implikasi FirmanHana dan Elkana dalam 1 Samuel 1:19-28 demi masa depan yang baik dari anak mereka Samuel maka mereka memberikan pendidikan khusus kepadanya melalui imam Eli yang ada di Silo. Berkat pendidikan khusus ini maka Samuel dikemudian hari menjadi seorangt imam, hakim dan nabi yang sangat terkenal di zamannya.
     Markus 10:13-16 menjelaskan tentang perhatian Yesus kepada "anak-anak, memeluk dan memberkati mereka". Bahkan, Yesus menegaskan bahwa anak-anak mempunyai masa depan yang indah dengan mengatakan merekalah yang empunya Kerajaan Allah.
     Dari kedua perikop ini mengangkat dua tokoh yang sangat memiliki perhatian terhadap anak. Tokoh pertama yaitu Yesus. Dalam Markus 10:13-16 digambarkan bagaimana Yesus di tengah-tengah kesibukan-Nya mengajar dan berkhotbah tetapi ketika orang-orang membawa anak-anak kecil kepada-Nya, Ia menyambut mereka dengan sukacita. Sebaliknya Ia memarahi murid-murid-Nya karena mereka melarang orang-orang membawa anak-anak kecil kepada-Nya. Perhatian Yesus yang begitu besar terhadap anak-anak memberi teladan kepada gereja baik secara institusi maupun pribadi agar di tengah-tengah kesibukan tetap memberi perhatian terhadap anak-anak. Hal ini penting, mengingat banyak orang tua yang berhasil meraih karir dan sukses dalam usaha tetapi gagal dalam pendidikan anak. Akibatnya, mereka terjerumus dalam penggunaan obat-obat telarang, pergaulan bebas, tawuran dan lain-lain.
     Di dunia yang sudah semakin canggih saat ini, sangat diharapkan gereja semakin memberi perhatian terhadap anak-anak melalui membangun hubungan dan komunikasi yang baik. Seperti yang dilakukan oleh Yesus terhadap anak-anak. Ia memeluk dan memberkati mereka bahkan menyatakan bahwa merekalah yang empunya Kerajaan Allah. Dalam hal ini Yesus menegaskan bahwa anak-anak memiliki masa depan yang baik sebagai pewaris dan pemilik Kerajaan Allah.
     Tokoh kedua yaitu Hana, seorang ibu yang sungguh-sungguh meyakini bahwa anaknya Samuel adalah pemberian Tuhan baginya. Karena itu, ia bernazar bahwa anaknya akan diserahkan seumur hidupnya kepada Tuhan untuk dipakai oleh Tuhan. Mewujudkan keinginannya maka, ia menyerahkan anaknya setelah berusia 3 tahun kepada Imam Eli yang ada di Silo untuk mendapatkan pendidikan iman secara khusus dalam membentuk karakter sebagai seoarang hamba Tuhan yang setia. Dalam hal ini hana memberi teladan yang baik pula kepada kita selaku orang tua dalam hal meyakini bahwa anak adalah pemberian Tuhan.
Pengakuan ini memotivasi dan menimbulkan kesadaran.
  • Anak harus dipelihara dengan penuh kasih sayang.
  • Anak jangan disia-siakan atau dilecehkan (seperti HAM untuk anak-anak dan perilaku dari murid-murid Yesus, Markus 10:13b).
  • Anak harus dididik sejak kecil untuk mengenal Tuhan, sehingga mereka akan percaya Tuhan mengasihi Tuhan dan hidup takut akan Tuhan.
  • Anak harus dipersiapkan dengan baik (termask di sini katekisasi sebelum baptisan perlu mendapat perhatian khusus) agar mereka mampu berperan aktif dan positif dalam kehidupan gereja dan masyarakat di masa depan.
PERTANYAAN DISKUSI
  • Bagaimana sikap Yesus dan Hana terhadap anak berdasarkan perikop Markus 10:13-16 dan 1 Samuel 1:19-28?
  • Bagaimana sikap orang tua, gereja dan pemerintah terhadap anak selama ini?
NAS PEMBIMBING: Ulangan 6:6-7
POKOK-POKOK DOA
  • Orang tua supaya diberikan kesadaran untuk memelihara anak-anak, mendidik anak dalam Iman dan menyekolahkan anak.
  • Untuk anak supaya diberikan kesadaran untuk, takut akan Tuhan, menghormati orang tua, dengar-dengar dan taat pada nasihat orang tua dan rajin belajar di sekolah.
Renungan dan Aplikasi Kristen Gratis: Download Aplikasi Kristen Gratis



















Sabtu, 08 Juni 2013

Renungan MTPJ GMIM 9-15 Juni 2013

TEMA MINGGUAN:
"Pendidikan sebagai sarana kesaksian"


TEMA BULANAN:
"Gereja yang misioner dan transformasi sosial"


Bahan Alkitab: Ulangan 6:1-9; Matius 28:19-20

ALASAN PEMILIHAN TEMA
     Pendidikan merupakan topik yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan manusia. Secara sederhana, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar-mengajar, memberikan dan menghasilkan pengetahuan dan keahlian. Uraian dalam Ensiklopedi Pendidikan menyatakan bahwa pendidikan dapat diartikan “semua perbuatan danusaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kcakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”. Dengan pengertian di atas, maka setiap orang atau masyarakat/lembaga pasti terlibat di dalam pendidikan baik itu formal maupun informal. Gereja sebagai lembaga maupun gereja yang menunjuk pada setiap anggotanya bahkan setiap keluarga Kristen pasti terhisap di dalamnya untuk menjadikan pendidikan sebagai sarana kesaksian.


PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
     Ulangan 6:1-9 adalah bagian dari pidato kedua Musa dengan penekanan mengenai kasih kepada Allah sebagai dasar kehidupan. Ayat 4 diawali dengan kata perintah “dengarlah” (=lb.shema). Dalam tradisi Yahudi, ayat 4 ini disebut sebagai pengakuan iman kepada Tuhan, Allah yang Esa, sebagai satu-satunya Allah yang layak disembah. Pengakuan ini berisikan perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan (ayat 5) dan kasih yang dimaksudkan ini harus diperhatikan dan dinyatakan dalam seluruh keberadaan hidup orang Israel (ayat 6). Pengakuan ini wajib diucapkan oleh orang Yahudi dua kali sehari, yaitu diwaktu pagi dan petang dalam ibadah di sinagoge.
     Dalam ayat 7, pemakaian kata kerja “mengajarkannya berulang-ulang” (=lb.shanan) dan “membicarakannya” menunjukkan betapa serius hal ini ditekankan. Penekanan pentingnya mengajarkan berulang-ulang bertujuan agar mereka yang diajar dapat mengingat, memahami dengan jelas dan melakukannya. Siapa yang diajar dan yang diajak bicara? Anak-anak! Menarik untuk dicermati bahwa pemberlakuan pengakuan iman tersebut diletakkan dalam konteks keluarga, dengan orangtua sebagai “pengajar” dan anak-anak sebagai “yang diajar”. Ini menunjukkan bahwa orangtua yahudi memiliki tugas dan tanggungjawab dalam pendidikan anak-anak mereka, pertama-tama adalah pendidikan rohani. Ditambah lagi, perccakapan dan pengajaran itu harus dilakukan dalam berbagai macam keadaan, baik saat sedang duduk di rumah, dalam perjalanan, saat berbaring, saat bangun. Intinya adalah dalam segala suasana dan di setiap kesempatan.
     Perintah untuk mengasihi Tuhan tidak Tuhan tidak hanya dibicarakan dan diajarkan, tapi juga dijadikan sebagai simbol (ayat 8-9). Simbol dipergunakan untuk menunjukan atau mengingatkan seseorang atau orang banyak pada identitas atau peristiwa tertentu. Dalam hal ini tindakan simbolik yang dilakukan orang Yahudi, yaitu menaruh ayat-ayat itu di dalam kantong kulit kecil dan diikatkan pada lengan dan dahi mereka. Ini disebut sebagai Mezuza.
Naskah Matius 28:19-20 dalam pengertian bahasa aslinya hanya mengandung satu kata perintah (imperatif), yaitu: “jadikan murid” (=Yun, matheteusate), sedangkan kata-kata “pergilah”, “baptislah”, dan “ajarlah” merupakan kata berbentuk partisip (=kata sifat yang berasal dari kata kerja) berfungsi menjelaskan tentang kata kerja utama di dalam sebuah kalimat. Dengan demikian, perintah Yesus yang biasanya juga dikenal dengan Amanat Agung (Great Commision) di atas dapat dimengerti bahwa penekanan utama deari bagian ini adalah "menjadikan murid Yesus". Sedangkan "pergi", "membaptis" dan "mengajar" adalah hal-hal yang harus dilakukan untuk bisa menjadikan murid. "Mengajar" dipahami bukan hanya semata-mata menanamkan perintah atau ketetapan kepada para murid tapi juga berhubungan dengan belajar, artinya untuk bisa mengajar maka seorang pengajar perlu belajar. Jadinya ada proses belajar dan mengajar untuk "melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu".


     Orangtua dianggap paling bertanggungjawab dalam pendidikan anak-anak karena mereka adalah orang yang terdekat. Karena itu orangtua adalah pengajar, namun sambil mengajar harus terus belajar, belajar "memuridkan diri" sedemikian rupa sehingga kemuridan orangtua dapat "memuridkan" anak-anaknya.

Makna dan Implikasi Firman

     Dari uraian di atas kita mendapatkan gambaran bahwa sejatinya, sejak jaman Israel, keluarga adalah pemegang kunci penting mengenai pendidikan Kristen pada anak-anak secara informal. Bangsa Israel menjadikan kasih kepada Allah sebagai objek utama percakapan dalam keluarga. Jika kita baca kembali ayat di atas itu, kita menyadari bahwa Tuhan ingin kita mengasihi-Nya dengan "segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." Ayat ini juga diulang kembali oleh Yesus sebagai bagian dari hukum yang terutama. KataNya, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" (Matius 22:37). Mengasihi Tuhan adalah mengasihi dengan segenap dimensi kehidupan kita. Mengasihi Tuhan seperti itulah yang harus diajarkan kepada anak-anak kita. Bagaimana dengan keluarga kita? Seiring dengan perkembangan jaman, ruang dialog dalam keluarga justru dipenuhi dengan hal-hal lain. Bukan lagi orangtua yang bercerita kepada anak, namun televisi yang sekarang menjadi pencerita. Bukan dialog mengenai kasih kepada Tuhan sebagai hal dominan dalam percakapan dalam ruang keluarga kita, melainkan kita membiarkan otak anak-anak kita dalam posisi diam untuk dimasuki ide-ide dari layar televisi. Istilah karenanya, bukan orangtua yang "memuridkan" anak-anak, tetapi justrus televisi yang "memuridkan" anak-anak, bahkan keluarga kita.

     Ketika kita berkaca kembali dengan kenyataan hidup yang ada sekarang ini, gambaran yang kita terima adalah gambaran yang tidak indah. Kehidupan dan tantangan bagi anak-anak kita lebih ganas dan berat. Era globalisasi dan kemajuan-kemajaun teknologi membuat kontrol dan pengawasan orang tua menjadi lebih sukar. Tugas mengajar/mendidikan semakin mendapatkan tantangan yang lebih berat. Karena itu firman Tuhan mengatakan bahwa orangtua harus mendidik anak-anak di rumah ataupun di jalan, ketika sedang berbaring ataupun bangun. Ini menunjukkan bahwa kegiatan mendidik harus dikerjakan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Mulai saat di rumah sampai waktu sedang di jalan dan sampai kembali ke rumah, orangtua harus mengajar dan mendidik, bahkan saat sedang berbaring sampai bangun dan sampai berbaring kembali, harus mengajar dan mendidik. Ternyata mendidik anak bukanlah semata-mata menyediakan sepotong waktu dalam kehidupan orangtua untuk secara khusus mendidik mereka. Bagi orang tua, mendidik anak adalah suatu kegiatan penuh, 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu, tidak ada hari libur.

     GMIM selaku lembaga selama ini secara forma telah turut terlibat dalam proses belajar-mengajar, memberikan dan menghasilkan pengetahuan dan keahlian dari generasi ke generasi sejak Injil masuk ke tanah Minahasa 182 tahun lalu. Minggu ini kita sedang dalam perayaan HUT ke-182 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen GMIM, sekedar mengingatkan bahwa dalam perjalanan panjang ini GMIM sementara mengelola 15 PAUD, 483 TK, 377 SD, 128 SMP, 38 SMA, 14 SMK, 3 SLB, 1 Universitas, 1 Akademi. Dalam keterbatasan dan pergumulan tidak dipungkiri bahwa sumbangsih gereja bagi dunia pendidikan tidak dapat lagi dihitung dengan angka-angka, tapi sesungguhnya disyukuri sebagai karya Tuhan Allah bagi tanah Minahasa dan orang-orang yang mendiami tanah ini.

     Keluarga Kristen (dalam hal ini orangtua) atau gereja sebagai lembaga (GMIM) melalui sekolah-sekolah melakukan tugas belajar-mengajar bukan semata-mata kepentingan sendiri, tapi juga kepentingan banyak orang. Ketika keluarga Kristen mendidik anggota keluarganya dan sekolah menyelenggarakan proses pendidikan dengan baik dan bertanggungjawab maka akan menghasilkan generasi yang memiliki SDM berkualitas dalam berbagai segi. Dengan demikian pendidikan formal maupun formal ini menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia dan sekitarnya. Melalui proses pendidikan maka "mengajar" sebagai salah satu tindakan dalam rangka "menjadikan semua bangsa murid Yesus" (=amanat agung) dapat menghasilkan, "buah-buah", yang berkualitas karena mampu "memuridkan" anak-anaknya dan anak didiknya. Melaksanakan amanat agung bukan menyuruh kita "menaklukkan jiwa", "mengkristenkan orang", melainkan menyuruh kita bersaksi, yaitu memuridkan diri sedemikian rupa sehingga kemuridan kita itu juga memuridkan orang lain.

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Hal-hal apa yang mendasari pentingnya pendidikan menurut Ulangan 6:1-9?
  2. Apa hubungan "mengajar" dengan maksud "jadikan murid" dalam Matius 28:19?
  3. Bagaimana pengalaman saudara mendidik anak di keluarga? atau mendidik anak di sekolah? (pilih salah satu)
NAS PEMBIMBING: 3 Yohanes 1:14
POKOK-POKOK DOA
  • Orangtua sebagai penyelenggara pendidikan dalam keluarga.
  • Pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan nasional.
  • Gereja (GMIM) sebagai penyelenggara pendidikan.
Renungan dan Aplikasi Kristen Gratis: Download Aplikasi Kristen Gratis












Selasa, 04 Juni 2013

Perlindungan Allah (Keluaran 8:16-32)

Santapan Harian
Bacaan: Keluaran 8:16-32

 


Pada tulah pertama dan kedua, Allah menyuruh Musa untuk memberi tahu Firaun mengenai tulah yang akan dijatuhkan. Tulah ketiga terjadi setelah Harun memukulkan tongkatnya ke debu tanah (18). Berbeda dari tulah pertama dan kedua, tulah ketiga tidak bisa dibuat dengan mantera-mantera para ahli Mesir. Sebab itu mereka mengakui, "Inilah tangan Allah" (19). Namun Firaun tetap tidak mau tahu.

 

Namun pada tulah keempat, para ahli Mesir itu tidak muncul lagi. Dan pada tulah keempat ini, Allah mengecualikan umat-Nya agar tidak terkena tulah (22-23). Tulah keempat ini menyebabkan Firaun mulai memberi 'izin' kepada Israel untuk beribadah, tentu saja dengan catatan "hanya boleh dilakukan di dalam wilayah Mesir". Bagi Musa, izin ini seolah basa basi saja karena orang Mesir tidak menyukai cara ibadah Israel sehingga bisa-bisa orang Israel dilempari batu.

 

Namun, Allah melindungi mereka dengan membuat Musa dapat menjawab bijaksana (26). Sekali lagi, Firaun memohon belas kasihan Musa agar terbebaskan dari tulah lalat pikat. Allah mendengar permohonan Musa untuk membebaskan Mesir dari tulah keempat tsb.

Firaun sedang bermain api dengan Tuhan. Jika ahli mantera sudah merasa kalah dari Allah sehingga terucap pujian bagi Allah, Firaun belum kapok. Dia mencoba mengulur-ngulur waktu. Pembebasan yang harusnya diberikan ditunda-tunda. Ia mengeraskan hati padahal dia sudah tahu betapa hebat dan dahsyatnya Allah Israel. Firaun mencoba mencurangi Israel, tetapi Allah melindungi umat-Nya.

 

Kita sering membaca di media massa betapa banyaknya umat Tuhan di Indonesia mengalami penderitaan. Pelakunya mencoba bermain api dengan Allah. Mereka tidak sadar betapa Allah sayang umat-Nya dan tak mungkin membiarkan umat mengalami pencobaan melebihi kekuatan mereka. Allah melindungi umat-Nya. Perlindungan-Nya melegakan hati. Menyadari perlindungan Allah terhadap kita, seyogianya hidup kita semakin dekat dan memautkan hati kita hanya kepada Allah. Hidup ini benar-benar anugerah, Allah menjagai anugerah yang Ia curahkan kepada kita.

Tuhan yang berdaulat (Keluaran 6:27-7:13)

Santapan Harian
Keluaran 6:27-7:13

Judul: Tuhan yang berdaulat


Seperti yang telah kita lihat dalam Keluaran 6:5-7, Allah akan menyatakan diri sebagai Tuhan/Yahweh melalui peristiwa Keluaran. Maka Ia berkata bahwa "Aku akan mengeraskan hati Firaun". Untuk itu Ia akan memperbanyak tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat yang Ia lakukan di tanah Mesir, supaya Ia mengeluarkan umat-Nya dari Mesir dengan menjatuhkan hukuman yang berat terhadap Mesir (3-4).

 

Pernyataan "Aku akan mengeraskan hati Firaun" tentu menimbulkan pertanyaan, "Apakah berarti Firaun sebenarnya berhati lembut, tetapi Tuhan mengeraskan hatinya?" Tentu tidak. Pernyataan itu berarti Tuhan membiarkan Firaun terus mengeraskan hati sehingga akhirnya sepuluh tulah dijatuhkan atas Mesir. Ini dapat kita lihat dari bagian lain yang menyatakan bahwa "hati Firaun berkeras" (7:13) atau "Ia tetap berkeras hati" (Kel. 8:15). Namun mengapa menyatakan bahwa Tuhan akan mengeraskan hati Firaun? Pertama, pernyataan ini mau menekankan kedaulatan Tuhan, bahwa sesuatu hanya dapat terjadi karena Allah yang memutuskan hal itu.

 

Kedua, pernyataan mengeraskan hati Firaun harus dimengerti sebagai tindakan Allah menghukum Firaun yang telah lebih dahulu mengeraskan hatinya. Dan kerasnya hati Firaun terus berlanjut, seperti yang dipaparkan pada waktu tulah demi tulah terjadi satu per satu. Perhatikanlah keterangan tentang kerasnya hati Firaun di setiap akhir tulah. Prinsip yang sama dijelaskan oleh Paulus dalam Roma 1:24-32, Allah menyerahkan orang berdosa pada keberdosaan mereka sebagai hukuman-Nya kepada mereka.

 

Firaun berkeras hati dan Allah hanya membiarkan Firaun mengeraskan hatinya supaya maksud Allah dapat tercapai, yaitu menghukum orang Mesir dan allah-allah mereka karena kejahatan yang telah mereka lakukan terhadap Israel.

 

Allah berdaulat memakai dosa manusia sebagai penghukuman atas orang yang berdosa itu. Oleh karena itu, jangan keraskan hati saat kita ditegur karena dosa kita. Cepat bertobat agar kita segera menerima pengampunan-Nya.