Sabtu, 11 Mei 2013

Renungan GMIM 12 - 18 Mei 2013


TEMA MINGGUAN:
“Tekun menanti janji Tuhan”
TEMA BULANAN:
“Kuasa kebangkitan Kristus memberi kemenangan”
Bahan Alkitab:
Kisah Para Rasul 1:12-14; Yesaya 40:30-31

ALASAN PEMILIHAN TEMA
     Kata orang menanti adalah pekerjaan membosankan tetapi menanti janji Tuhan mutlak bagi orang percaya. Dan menanti itu perlu tekun. Tema ini diangkat didasarkan pada dua teks yang berbicara tentang penantian umat akan janji Tuhan. Sikap menanti yang coba diangkat berbeda dengan konsep umum, karena menunggu dapat berarti diam, statis, tetap di tempat. Tetapi menanti janji Tuhan yang dimaksud di sini adalah justru dengan bertekun dalam doa. Semangat penantian ini dilandasi pada keyakinan atas kebangkitan Yesus yang memberi kemenangan. Oleh karena itu, dengan tekun mereka menantikan janji Tuhan, yaitu datangnya Roh Kudus.
     Tema ini memang perlu diangkat karena ini harus menjadi gaya hidup orang percaya di era demokrasi modern sekarang ini. Menghadapi serbuan dan godaan dunia, maka ketekunan gereja dalam berdoa adalah senjata ampuh. Bagi gereja menanti dengan tekun akan melahirkan kekuatan dan semangat baru, seperti pada burung rajawali yang memiliki kemampuan bertahan dan memperbaharui diri.

PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
     Kata “kembali” (hupostrepho) dalam Kisah 1:12 bukan hanya bermakna pulang ke Yerusalem. Tetapi lebih daripada itu mengandung pengertian bahwa kini para murid kembali berbalik dari sikap terpaku, terpana (band, ayat 11 kata melihat, atenizo =  melihat secara alama dan tetap tanpa melakukan sesuatu); kepada kesadaran, semangat dan sikap baru. Ketika mereka berbalik dan berubah dari ketakjuban akan sesuatu yang supranatural, mereka kini sadar pada realitas dunia yang harus mereka hadapi. Pesona ilahi memang mampu memaku mereka, tetapi itu tidak berlangsung lama dan memang tidak boleh lama.
     Oleh karena itu, kembalinya para murid ke Yerusalem adalah sebuah perubahan yang sangat penting bagi diri mereka, tetapi juga bagi karya keselamatan yang sudah dikerjakan oleh Yesus. Waktu mereka kembali ke Yerusalem, mereka tetap berkumpul, bertekun dan satu hati. Kata bertekun (proskatereo) artinya menyibukkan diri, berhubungan karib (band. Kis.8:13), melayani secara pribadi (band. Kis.10:7) menghabiskan banyak waktu (band. Kis.2:46).
     Kematian Yesus membuat mereka bingung, kenaikan Yesus ke Sorma membuat mereka terpaku; maka kembalinya mereka ke Yerusalem adalah sebuah perubahan. Dalam mana mereka kemudian bertekun dengan saling melayani, saling mendoakan, saling menasihati, saling menguatkan satu dengan yang lain, secara pribadi mereka lebih saling mengenal sehingga kesehatian mereka semakin kuat. Mereka menunggu bukan dengan berdiam diri atau mengurung diri semata tetapi mereka banyak menghabiskan waktu untuk berdoa. Dengan kata lain, janji Tuhan akan digenapi pada orang-orang yang memiliki ketekunan seperti para rasul. Janji Tuhan dianugerahkan kepada mereka yang berdoa. Penantian akan janji Tuhan bukan membuat semangat menjadi loyo, harapan menjadi hilang. Tetapi penantian itu melahirkan satu gaya hidup baru. Justru dalam penantian mereka seolah-olah mendapat satu kekuatan baru melalui doa.
     Orang yang menanti-nantikan Tuhan itu seperti burung rajawali. Biasanya saat rajawali berumur 40 tahun, paruhnya itu sudah bengkok, cakar sudah tidak tajam, dan bulu-bulunya sudah tebal. Kalau ingin mencapai usia 70 tahun, maka ia harus melewati satu masa, kurang lebih enam bulan, dimana ia harus memilih tinggal di pegunungan yang sangat tinggi. Nanti di sana ia akan bertransformasi sehingga tumbuh paruh, kuku dan bulu yang baru. Setelah masa ini selesai, maka rajawali dapat terbang dengan kekuatan yang sungguh-sungguh baru. Orang yang menunggu janji Tuhan tidak akan pernah menjadi lesu dan lelah, ia akan memiliki semangat, kemampuan dan kekuatan yang selalu baru. Masa menanti itu sesungguhnya adalah masa aktif, masa berbuat, masa bertindak, masa banyak berdoa dan saling melayani.

Makna dan Implikasi Firman
     Ketekunan adalah respons iman sebagai wujud ketaatan kita pada Kristus. Ketekunan adalah wujud dari perubahan nilai dan sikap hidup yang membentuk pola prilaku baru. Ketekunan itu dilakukan bukan karena maunya, ada udang di balik batu. Tetapi ketekunan itu sudah menjadi bagian integral dari gaya hidup beriman. Ini bisa kita lihat bahwa setelah para murid menerima Roh Kudus, ketekunan itu tetap dilakukan, bahkan menjadi gaya hidup mereka.
     Di era demokrasi modern sekarang ini, Gereja membutuhkan ketekunan dan ketekunan membutuhkan komitmen. Ketekunan itu adalah modal dalam menegakkan keadilan dan kebenaran dalam masyarakat. Karena dengan bertekun dalam doa, pelayanan bersama dan membina hubungan akrab satu dengan nyang lain menjadi kekuatan yang besar dalam menghadapi pelbagai persoalan di tengah masyarakat. Contohnya: ada prinsip-prinsip demokrasi yang dilanggar, a.l. pengakuan terhadap HAM, lebih khusus lagi pada kebebasan beragama. Situasi ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kondisi para murid sepeninggal Yesus. Iman mereka membuat mereka terus dalam tekanan dan incaran, baik dari orang Yahudi maupun tentara Romawi. Tetapi mereka tetap bertekun dalam doa, pelayanan bersama dan membina hubungan akrab satu dengan yang lain. Jadi, ketekunan itu adalah kekuatan internal yang menjadi benteng yang kokoh menghadapi tantangan/kekuatan eksternal. Tetapi ada gereja berpemahaman kalau kuat finansial, maka tantangan eksternal pasti dapat diatasi. Bukan bertekun dalam doa, tetapi bertekun dalam dana dan daya. Harus diingat bahwa ketekunana berawal dari komitmen. Komitmen dengan siapa? Tentu saja komitmen dengan Tuhan. Gereja yang tidak memiliki komitmen dengan Tuhan, tetapi lebih memilih uang atau sumber daya manusia, atau fasilitas, dll maka ini merupakan pengingkaran terhadap hakekat gereja. Secara perorangan dia hanya sekedar simpatisan gereja dan secara organisasional semata-mata hanya sebuah lembaga atau badan usaha atau badan sosial. Gereja adalah gereja kalau dia selalu bergantung pada pekerjaan kuasa Roh Kudus.
     Kembalinya para murid ke Yerusalem menandai satu babak baru, yaitu masa penantian akan datangnya Roh Kudus. Masa ini adalah masa rohani atau waktu-waktu khusus yang berfokus pada Tuhan, tetapi juga masa penajaman kepedulian dan hubungan antara pribadi. Bagi kita ibadah menjadi masa rohani, yaitu menjadi tempat kita mencari dan mendapatkan kekuatan dari Tuhan bukan sebaliknya tempat menunjukkan power kita. Kalau kita merasa kuasa atau kekuatan dalam hidup sehari-hari, maka sebelum masuk ruang ibadah tinggalkan itu semua di luar, jangan dibawa masuk.
     Sekarang ini kita tetap menantikan janji-janji Tuhan dalam kehidupan kita, baik pribadi, keluarga, jemaat, berbangsa dan bernegara. Bahkan dalam konteks yang lebih besar, yaitu masa penantian kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Sehingga dalam masa ini kita tetap harus memiliki semangat dan kekuatan yang tidak boleh habis atau pudar. Seperti sifat burung rajawali yang suka hidup berkelompok, maka kita akan tetap kuat, tidak letih, lesu kalau kita hidup dalam persekutuan bersama. Kalau rajawali tetap berjuang walau angin kencang, maka orang yang menantikan Tuhan pun akan tetap maju berjuang walau angin badai persoalan menerpa. Kalau rajawali mampu terbang tinggi untuk melihat sasaran yang lebih luas, maka orang yang menantikan Tuhan akan selalu memiliki cakrawala pandang dan daya pikir yang luas.

PERTANYAAN DISKUSI
Apa yang dilakukan para rasul ketika mereka kembali dari Bukit Zaitun?
Bagaimana gereja sekarang yang masih memiliki gaya hidup para rasul? Jelaskan!

NAS PEMBIMBING: Yesaya 30:18

POKOK-POKOK DOA
Bagi warga gereja agar tetapi memiliki ketekunan berdoa.
Bagi warga gereja agar tetap aktif dalam persekutuan gereja dan ibadah.
Anggota keluarga dan sesama anggota jemaat agar tetap saling mendoakan, menguatkan dan menasehati.
Bagi gereja agar semakin memantapkan kualitas dari pelayanan doa.


Renungan dan Aplikasi Kristen Gratis: Download Aplikasi Kristen Gratis